Rabu, 04 Januari 2012

Laporan Praktikum Biokimia : Enzim

Pendahuluan
Enzim adalah suatu kelompok protein yang menjalankan dan mengatur perubahan-perubahan kimia dalam system biologi. Zat ini dihasilkan oleh organ-organ hewan dan tanaman, yang secara katalitik menjalankan berbagai reaksi seperti pemecahan hidrolisis, oksidasi, reduksi, isomerisasi, adisi, transfer radikal dan pemutusan rantai karbon (Timotius 1982). Kebanyakan enzim yang terdapat di dalam alat atau organ dari organisme berupa larutan koloidal dalam cairan tubuh seperti, air ludah, darah, cairan lambung, dan cairan pancreas. Enzim terdapat di bagian dalam sel, berkaitan dengan protoplasma. Enzim juga terdapat dalam mitokondria dan ribosom. Enzim atau biokatalisator adalah katalisator organik yang dihasilkan oleh sel
Aktivitas katalis yang dimiliki enzim merupakan alat ukur yang selektif dan sensitif terhadap aktivitas enzim. Aktivitas enzim dapat diamati dari sisa substrat, pH, suhu, dan indikator. Faktor yang mempengaruhi pengukuran aktivitas enzim antara lain konsentrasi enzim dan substrat, suhu, pH, dan indikator. Aktivitas enzim meningkat bersamaan dengan peningkatan suhu, laju berbagai proses metabolisme akan naik sampai batasan suhu maksimal. Sebagian besar enzim suhu optimalnya berada diatas suhu dimana enzim itu berada.
Aktivitas enzim maksimal diperoleh pada pH optimal, untuk saliva (enzim amilase) pHnya 7. Bentuk kurva aktivitas pH ditentukan oleh denaturasi enzim (pada pH tinggi atau rendah) dan penambahan status bermuatan pada enzim dan atau substrat. Enzim dapat pula mengalami perubahan bentuk bila pH bervariasi. Untuk menentukan kecepatan reaksi, sebenarnya pengaruh konsentrasi substratlah yang sangat berarti. Namun, konsentrasi substrat yang menunjukkan kecepatan maksimal aktivitas enzim akan mencerminkan jumlah enzim aktif yang ada.Inhibitor non kompetitif irreversibel adalah suatu zat yang menghambat kerja enzim dengan cara berikatan dengan enzim tetapi bukan pada active sidenya, karena inhibitor tidak memiliki kesamaan dengan struktur substrat, maka peningkatan konsentrasi substrat umumnya tidak menghilangkan inhibitor tersebut. Banyak racun yang bekerja sebagai inhibitor non kompetitif irreversibel terhadap aktivitas enzim, antara lain ion logam berat, iodosetamida, dan zat-zat pengoksidatif.
Air liur mengandung air kira-kira 99,5%. Sekitar dua pertiga dari bahan terlarut dalam air liur merupakan bahan organik dan sepertiganya adalah bahan anorganik. Cairan air liur mengandung α-amilase yang menghidrolisa ikatan α(1→4) pada cabang sebelah luar glikogen dan amilopektin menjadi glukosa, sejumlah kecil maltosa, dan suatu inti tahan hidrolisa yang disebut dekstrin. Hanya sebagian kecil amilum yang dapat dicema di dalam mulut, oleh karena itu sebaiknya makanan dikunyah lebih lama untuk memberi kesempatan lebih banyak pemecahan amilum di rongga mulut. Enzim amilase memiliki kemampuan untuk memecah molekul-molekul pati dan glikogen. Molekul pati yang merupakan polimer dari alfa-D-glikopiranosa akan dipecah oleh enzim pada ikatan alfa-1,4- dan alfa-1,6-glikosida (DSC Biokimia FKG UGM  2004).
Papain merupakan enzim protease yang terkandung dalam getah papaya, baik dalam buah, batang dan daunnya. Sebagai enzim yang berkemampuan memecah molekul protein, papain menjadi suatu produk yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia, baik di rumah tangga maupun industri.  Enzim yang bekerja pada papain ialah enzim protease (Subagyo 2008).
Penggolongan (Klasifikasi) enzim antara lain Hidrolase merupakan enzim-enzim yang menguraikan suatu zat dengan pertolongan air, oksidase dan reduktase yaitu enzim yang membantu dalam proses oksidasi dan reduksi dan desmolase yaitu enzim-enzim yang memutuskan ikatan-ikatan C-C, C-N dan beberapa ikatan lainnya. Enzim juga dapat dibedakan menjadi eksoenzim dan endoenzim berdasarkan tempat kerjanya, ditinjau dari sel yang membentuknya. Selain itu dikenal juga enzim konstitutif dan enzim induktif(Anna 2006).

Tujuan
Percobaan ini bertujuan menentukan sifat dan susunan air liur, getah lambung, menentukan pengaruh pH dan suhu terhadap aktivitas enzim, dan menentukan titik akromatik.


Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan ialah gelas piala 100mL, 250 mL, dan 500 mL, pipet tetes, pipet Mohr 5 mL dan 10 mL, tabung reaksi, piknometer, termometer, pembakar Bunsen, kaki tiga, kawat kassa, corong gelas, gelas arloji, sudip, kertas saring, glass wool, spot plate, kertas indicator universal, penangas air, dan botol semprot.
Bahan-bahan yang digunakan ialah air liur (saliva), indikator fenolftalein, metil orange, pereaksi Biuret, pereaksi Molisch, pereaksi Millon, pereaksi Molibdat, pereaksi Benedict, pereaksi Iodium, HNO3 10%, AgNO3 2%, HCl 10%, urea 10%, larutan Na2CO3 1 %,0.1%, dan 0.5%, NaOH 10%, CuSO4 0.1%, asam asetat encer, larutan BaCl2, larutan ferosulfat, H2SO4 pekat indikator amilum 1%, tepung pati, aquades, ekstrak papain, dan fibrin.

Prosedur Kerja
Prosedur awal yang dilakukan adalah pembuatan sampel enzim amylase. Rongga mulut dibersihkan dengan cara berkumur-kumur sebanyak 3 kali. Sepotong kapas dikunyah atau dengan kertas saring yang dibasahi asam asetat encer (untuk menstimulasi air liur). Air liur dikumpilkan sampai 50 mL dan emulsi yang terbentuk disaring dengan glass wool. Air lur yang telah dikumpulkan akan digunakan untuk uji air liur terhadap bobot jenis dengan menggunakan piknometer, uji reaksi dengan lakmus PP dan MO, uji terhadap pereaksi Biuret, Millon dan Molisch, uji terhadap klorida, sulfat dan fosfat, serta uji terhadap Musin.
Uji bobot jenis dengan piknometer. Botol piknometer beserta tutupnya (kosong) ditimbang dan bobot piknometer kosong dicatat. Botol piknometer selanjutnya diisi dengan air liur sampai meluber lalu tutup. Piknometer yang telah berisi sampel air liur (saliva) kemudian ditimbang kembali dan bobotnya dicatat. Bobot jenis saliva dihitung dengan cara membandingkan massa air liur (saliva) dengan volume piknometer yang digunakan.
Uji reaksi dengan lakmus PP dan MO. Sebanyak dua buah tabung reaksi disiapkan dan sebanyak 2 mL saliva dipipet ke dalam masing-masing tabung. Tabung pertama diberi 3 tetes indikator fenolftalein dan tabung kedua diberi 3 tetes indikator metil orange. Kedua tabung diuji keasaman dan kebasaannya dengan kertas lakmus.
Uji terhadap pereksi Biuret. Sebanyak 1 mL sampel air liur (saliva) dipipet ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan beberapa tetes pereaksi Biuret sampai larutan berubah warna menjadi violet. Uji terhadap pereaksi Millon. Sebanyak 1 mL sampel air liur (saliva) dipipet ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 2 tetes pereaksi Millon. Tabung kemudian dipanaskan pada penangas air sampai menunjukkan perubahan warna (+ merah, - kuning). Uji terhadap pereaksi Molisch. Sebanyak 1 mL sampel air liur (saliva) dipipet ke dalam tabung reaksi. Sebanyak ditambahkan 2 tetes peraksi Molisch dan 1.5 mL H2SO4 (P) (dilewatkan melalui dinding). Jika terbentuk cincin berwarna ungu menunjukkan hasil (+), jika cincin berwarna coklat atau kuning menunjukkan hasil (-).
Uji Klorida. Sebanyak 1 mL sampel air liur (saliva) dipipet ke dalam tabung reaksi. Kemudian ditambahkan 1 mL AgNO3 2% dan 1 mL HNO3 10% sampai terbentuk endapan berwarna putih. Uji Sulfat. Sebanyak 1 mL sampel air liur (saliva) dipipet ke dalam tabung reaksi. Kemudian ditambahkan 1 mL BaCl2 dan 1 mL HCl 10% sampai terbentuk endapan berwarna putih. Uji fosfat. 1 mL sampel air liur (saliva) dipipet ke dalam tabung reaksi. Kemudian ditambahkan 1 mL urea 10%, 1 mL pereaksi Molibdat dan 1 mL ferosulfat sampai larutan berubah warna menjadi biru (+). Jika larutan berwarna kuning, maka hasil negatif. Uji Musin. Sebanyak 2 mL sampel air liur (saliva) dipipet ke dalam tabung reaksi dan ditambah pertetes asam asetat encer sampai terbentuk endapan yang amorforus.
Prosedur kedua adalah uji pengaruh suhu pada aktivitas amylase air liur. Sebanyak 4 buah tabung reaksi disiapkan dan masing-masing tabung diisi dengan 2 mL sampel air liur (saliva) dan 2 mL aquades. Tabung dikocok dan masing-masing disimpan pada suhu yang berbeda. Tabung 1 diletakkan di dalam penangas es bersuhu 10˚C, tabung 2 diletakkan pada suhu ruang 25˚C, tabung 3 dan 4 diletakkan di dalam penangas air yang bersuhu 37˚C dan 80˚C selama 15 menit. Setelah itu pada masing-masing tabung ditambahkan 1 mL larutan kanji 1%. Larutan dikocok dan dikembalikan ke masing-masing kondisi sebelumnya selama 10 menit.
Prosedur ketiga adalah uji pengaruh pH terhadap aktivitas amylase air liur. Sebanyak 4 buah tabung reaksi disiapkan. Tabung 2 diisi dengan 2 mL HCl, tabung 2 diisi dengan 2 mL asam asetat, tabung 3 diisi dengan 2 mL aquades, dan tabung 4 diisi dengan 2 mL Na2CO3 0.1%. masing nilai pH larutan adalah 1, 5, 7, dan 9. Kemudian ditambahkan 1 mL larutan kanji 1% dan 2 mL air liur (saliva) ke dalam masing-masing tabung lalu dikocok dan diletakkan pada penangas air bersuhu 37˚C selama 15 menit. Setelah 15 menit, isi tabung masing-masing diuji dengan pereaksi iodium dan pereaksi Benedict.
Prosedur keempat adalah hidrolisis pati matang oleh amylase air liur. Sebanyak 4 tetes sampel air liur (saliva) dipipet ke dalam tabung reaksi dan ditambah 10 mL larutan kanji 1%. Tabung dikocok lalu disimpan pada penangas air bersuhu 37˚C. Setiap 1 menit larutan dipipet ke atas spot plate dan diteteskan pereaksi Iodium. Perubahan warna dicatat sampai larutan tidak menunjukkan perubahan warna lagi (mencapai titik akromatik).
Prosedur kelima adalah hidrolisis pati mentah oleh amylase air liur. Seujing sudip tepung pati dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 5 mL aquades. Tabung dikocok lalu ditambah 10 tetes sampel air liur (saliva) dan disimpan pada penangas air bersuhu 37˚C selama 20 menit. Setiap 5 menit larutan diteteskan ke atas spot plate dan diteteskan pereaksi Iodium. Perubahan warna dicatat sampai larutan berwarna kuning pudar. Hasil percobaan dibandingkan dengan hasil percobaan hidrolisis pati matang oleh amylase air liur.
Prosedur keenam adalah uji temperatur optimum aktivitas papain. Sebanyak 4 buah tabung reaksi disiapkan dan masing-masing tabung diisi dengan 3 mL ekstrak papain 0.5% . tabung 1 disimpan pada penangas es, tabung 2 disimpan pada suhu kamar 25˚C, tabung 3 dan 4 disimpan pada penangas air bersuhu 37˚C dan 70˚C selama 10 menit. Setelah 10 menit (temperatur dalam tabung telah sama dengan temperature lingkungan) temperatur isi tabung diukur dan dicatat. Seujung sudip fibrin dibubuhkan ke dalam masing-masing tabung (sama banyak)  dan diaduk dengan hati-hati. Masing-masing tabung diamati setiap selang waktu 1 menit (sampai 5 menit) dan jika ada pelepasan warna fibrin  dicatat ada menit ke berapa.
Prosedur ketujuh adalah uji aktivitas papain. Sebanyak 4 buah tabung reaksi disiapkan. Tabung 1 dan 2 diisi dengan 3 mL ekstrak papain dan tabung 3 dan 4 diisi dengan 3 mL aquades (kontrol). Seujung sudip fibrin dibubuhkan ke dalam masing-masing larutan (sama banyak) dan diaduk lalu disimpan pada penangas air pada suhu 37˚C (tabung 1 dan 3) dan suhu 65˚C (tabung 2 dan 4). Masing-masing tabung diamati apakah terjadi pelepasan warna fibrin. Jika tidak terjadi pelepasan warna fibrin, konsentrasi lrutan ekstrak fibrin dinaikkan.
Prosedur kedelapan adalah uji pH optimum aktivitas papain. Sebanyak 4 buah tabung reaksi disiapkan dan masing-masing diisi 3 mL ekstrak papain 0.5%. Tabung 1 ditambah 3 mL aquades (kontrol), tabung 2 ditambah 3 mL Na2CO3 0.5%, tabung 3 ditambah 3 mL Na2CO3 1%, dan tabung 4 ditambah 3 mL HCl 0.6%. Larutan diaduk dan masing-masing diukur  pH-nya dengan indikator universal. Seujung sudip fibrin dibubuhkan ke dalam masing-masing larutan (sama banyak) lalu disimpan pada penangas air bersuhu 37˚C . Larutan diamati setiap selang waktu 5 menit selama 20 menit. Perubahan dicatat pada pH berapa pelepasan fibrin terjadi paling banyak.

Data dan Hasil Pengamatan
Tabel 1 Data hasil sifat-sifat fisik air liur
Indikator
Pengamatan
Perubahan warna
Gambar
Suhu (oC)
29 oC


Berat jenis
0.9084 g/mL


pH
8


Fenolftalin (PP)
Basa
Merah muda
Metil Orange
Basa
Orange
Perhitungan densitas air liur:
m = a – b
= 18.3676 g – 9.1720 g
= 9.196 g
  
Keterangan:
a = bobot kosong piknometer + saliva
b = bobot kosong piknometer
V = volume piknometer
ρ = bobot jenis saliva
m = bobot saliva






Tabel 2 Data hasil pengamatan susunan air liur
Uji
Hasil uji
Pengamatan
Gambar
Klorida
+
Endapan putih
Sulfat
-
Putih keruh
Fosfat
-
Kuning
Biuret
-
Tidak berwarna
Millon
-
Kuning
Molisch
-
Hijau
Musin
-
Tidak berwarna

Tabel 3  Pengamatan suhu terhadap aktivitas amilase air liur
Perlakuan suhu
Uji yodium

Uji Benedict

Hasil
warna
Gambar
Hasil pengamatan
warna

10 oC
-
Kuning kecoklatan

+
Hijau

30 oC
-
Kuning kecoklatan

+
Hijau

37 oC
-
Kuning kecoklatan

-
Biru

80 oC
+
Biru pekat

-
Biru


Tabel 4 Pengamatan pengaruh pH terhadap aktivitas amilase air liur
Penambahan larutan
pH
Uji Yodium

Uji Benedict

HCl
1.0
Biru
Biru
Asam asetat
5.0
Biru
Biru
Akuades
7.0
Kuning
Hijau
Na-karbonat
9.0
Kuning
Hijau

Tabel 5 Pengamatan uji iod hidrolisis pati matang oleh amilase air liur
Waktu (menit)
Hasil
Perubahan warna
1-3
++++
Biru pekat
4
++
Coklat
5-12
++
Hijau kecoklatan
13-20
+++
Biru pudar
21-30
+
Hijau muda
31-32
+
Kuning kehijauan
33
-
Kuning

Tabel 6 Pengamatan uji iod hidrolisis pati mentah oleh amilase air liur
Waktu (menit)
Hasil
Perubahan warna
25
+
Biru
30
+
Biru
35
+
Biru
40
+
Biru
45
+
Biru kekuningan
50
-
Kuning

Gambar 1 Hasil uji iod hidrolisis pati mentah oleh amilase air liur
Tabel 7 Temperatur Optimum Aktivitas Papain
Temperatur (C0)
Terjadinya pelepasan warna fibrin menit ke-
Gambar
1
2
3
4
5
10
15
20
25
Es
-
-
-
-
-
-
-
-
-

Ruang
-
-
-
-
-
-
-
-
-
37-40
-
-
-
-
-
-
-
-
-
65
-
-
-
-
-
+
+
+
+
Keterangan : ( - ) = tidak terjadi pelepasan warna fibrin
                      ( +) = terjadi pelepasan warna fibrin

Tabel 8 Aktivitas Papain
Tabung
Hasil Pengamatan
Gambar
Akuades
-
Papain
+
Keterangan : ( -  ) = tidak terjadi pelepasan warna fibrin
                      ( + ) = terjadi pelepasan warna fibrin

Tabel 9 PH optimum aktivitas papain
Tabung
pH
Pelepasan warna fibrin
Menit ke-
Gambar
Air
6
 -
20
Na-Karbonat 0,5 %
11
+
10
Na-Karbonat 1 %
11
+
10
HCl
2
-
10
Keterangan : ( -  ) = Fibrin tidak pudar
                      ( + ) = Fibrin pudar


Pembahasan
Sifat dan susunan saliva ditentukan dengan berbagai macam uji untuk karbohidrat (uji Yodium dan uji Benedict), uji bobot jenis, uji garam anorganik (uji Klorida, uji Sulfat, dan uji Fosfat), uji protein (uji Biuret, uji Molisch, dan uji Millon), dan uji pH (uji pp dan lakmus merah serta biru). Penentuan suhu optimum dan pH optimum enzim amilase juga ditentukan melalui pengujian serangkaian suhu dan pH yang berbeda-beda. Kecepatan hidrolisis pati mentah dan pati matang ditentukan dengan metode titik akromatik. Penentuan sifat asam atau basa saliva ditentukan dengan cara pengujian indikator. Indikator yang digunakan adalah fenolftalein. Hasil yang diperoleh menunjukan bahwa ketika saliva ditetesi indikator FF maka saliva tersebut menjadi berwarna merah menunjukkan saliva bersifat basa. Begitu pula dengan kertas lakmus merah berwarna biru dan lakmus biru tetap tidak berubah sehingga menunjukkan saliva bersifat basa. Hal ini tidak sesuai dengan sifat dari air liur yang ber pH sedikit asam yaitu sekitar 6.8.
Air liur atau saliva biasanya mengandung peptida tetapi tidak mutlak ada. Peptida adalah asam poliamino dan ikatan amidanya yang menyebabkan asam aminonya bergabung disebut ikatan peptida.  Sebagai protein, enzim diproduksi dan digunakan oleh sel hidup untuk mengkatalisis reaksi seperti konversi energi dan metabolisme pertahanan sel. Pada uji protein dengan menggunakan pereaksi Biuret ditandai dengan perubahan warna larutan ungu violet (biru) dalam larutan basa. Senyawa biuret dihasilkan dengan cara memanaskan urea di atas penagas air. Reaksi uji biuret ini memberikan hasil yang positif akibat pembentukan senyawa kompleks Cu2+ gugus CO dan NH dari suatu rantai peptida dalam suasana basa. Pada percobaan air liur menunjukkan hasil negatif. Hal ini tidak sesuai dengan hasil yang ditunjukkan pada literature, disebabkan karena adanya kontaminasi pada bahan yang digunakan, lalu tidak adanya sisa makanan yang tertinggal pada mulut dan air liur, sehingga uji biuret tidak menemukan adanya protein dan menghasilkan uji yang negative. Prinsip dari uji millon adalah pembentukan garam merkuri dari tirosin yang ternitrasi. Tirosin merupakan asam amino yang mempunyai molekul fenol pada gugus R-nya, yang akan membentuk garam merkuri dengan pereaksi millon. Warna merah yang terbentuk adalah garam merkuri dari tirosin yang ternitrasi. Hasil percobaan menunjukkan warna kuning, hal ini manunjukkan hasil negatif terhadap air liur (Chandra 2009).
Uji Molisch adalah uji yang paling umum untuk menyatakan ada atau tidaknya karbohidrat karena memberikan uji positif (cincin ungu) kepada semua karbohidrat yang lebih besar daripada tetrosa. Uji Molisch terhadap saliva menunjukkan reaksi yang negatif. Menurut  Lehninger (1998) saliva tidak mengandung karbohidrat. Hal ini menunjukkan pada saliva tidak mengandung karbohidrat. Bila ada, hal ini dapat disebabkan air liur yang dihasilkan probandus masih mengandung sisa-sisa makanan.
Uji klorida beradasarkan percobaan, pada tabung terdapat warna putih keruh setelah penambahan AgNO3 dan setelah penambahan ammonia berlebih, larutan menjadi jernih kembali. HNO3 berfungsi untuk membuat suasana menjadi asam dan mencegah endapan perak fosfat. Warna putih keruh disebabkan karena Cl berikatan dengan Ag+ membentuk AgCl (endapan putih). Endapat putih tersebut akan larut akan larut kembali (larutan menjadi jernih) setelah penambahan ammonia yang bersifat basa. Hal ini menyatakan bahwa air liur memiliki kandungan klorida yang jumlahnya relative sedikit.
Uji sulfat menunjukkan hasil positif ditunjukkan dengan warna putih, dan uji fosfat terhadap saliva menunjukkan reaksi negatif ditandai dengan terbentuknya endapan berwarna putih kekuningan dan larutan berwarna kuning serta uji musin menunjukkan hasil yang negatif ditunjukkan dengan larutan tidak berwarna. Keberadaan fosfat dan sulfat di dalam air liur tidak mutlak adanya. Hal tersebut bergantung pada makanan yang kita konsumsi (Metjesh 1996).
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi fungsi enzim antara lain suhu , pH, konsentrasi substrat,  konsentrasi enzim dan zat-zat penghambat. Suhu berpengaruh terhadap fungsi enzim karena reaksi kimia menggunakan  katalis enzim yang dapat dipengaruhi oleh suhu. Di samping itu, karena enzim adalah suatu protein, maka kenaikan suhu dapat menyebabkan denaturasi dan bagian aktif enzim akan terganggu, sehingga konsentrasi dan kecepatan enzim berkurang. Pada perubahan suhu, kecepatan reaksi yang dikatalisis oleh enzim mula-mula meningkat karena adanya peningkatan suhu. Energi kinetik akan meningkat pada kompleks enzim dan substrat yang bereaksi. Namun, peningkatan energi kinetik oleh peningkatan suhu mempunyai batas yang optimum. Jika batas tersebut terlewati, maka energi tersebut dapat memutuskan ikatan hidrogen dan hidrofobik yang lemah yang mempertahankan struktur sekunder-tersiernya.
Pada suhu ini, denaturasi yang disertai dengan penurunan aktivitas enzim sebagai katalis akan terjadi. Suhu optimal enzim bergantung pada lamanya pengukuran kadar yang dipakai untuk menentukannya. Semakin lama suatu enzim dipertahankan pada suhu dimana strukturnya sedikit labil, maka semakin besar kemungkinan enzim tersebut mengalami denaturasi. Suhu yang digunakan pada percobaan yaitu 10C, 37C, suhu kamar, dan 80C. Enzim amilase bekerja optimal paada suhu tubuh manusia  yaitu 37C sebab enzim tersebut terdapat dalam air liur dalam tubuh sehingga suhunya sama dengan suhu tubuh. Hasil yang diperoleh pada percobaan menunjukkan enzim bekerja optimal pada suhu 37 . Hal tersebut dilihat dari uji iod dan uji benedict yang dilakukan. Uji iod yang dilakukan menghasilkan warna kuning dan uji benedict menunjukkan warna hijau , sehingga berdasarkan hasil tersebut pada suhu 37 enzim pada air liur telah memecah atau mendegradasi pati menjadi maltose, dekstrin-dekstrin, ataupun monosakarida.
Ph optimal untuk sebagian besar enzim adalah 6 sampai 8. Lingkungan asam akan mendenaturasi sebagian besar enzim. Kondisi pH dapat mempengaruhi aktivitas enzim melalui pengubahan struktur atau pengubahan muatan pada residu yang berfungsi dalam pengikatan substrat atau katalis. Sebagai contoh, enzim bermuatan negatif (Enz-) bereaksi dengan substrat bermuatan positif (SH+) : Enz- + SH+  EnzSH. Pada pH yang rendah, Enz- mengalami protonasi dan kehilangan muatan negatifnya (enzim dinetralisir) : Enz- + H+  EnzH. Sedangkan pada pH yang tinggi, SH+ mengalami ionisasi dan kehilangan muatan positifnya (substrat dinetralisir) : SH+  S + H+. Karena (berdasarkan definisi) satu-satunya bentuk yang mengadakan interaksi adalah SH+ dan Enz-, nilai pH yang ekstrim (tinggi ataupun rendah) akan menurunkan kecepatan reaksi.
Pengaruh pH terhadap aktifitas enzim amilase air liur digunakan empat bahan yang berbeda dengan kondisi pH yang berbeda pula. Suasana asam dilakukan pada larutan asam asetat dan HCl, suasana netral pada akuades, dan basa pada natrium karbonat 0,1%. Hasil yang diperoleh pada larutan asam asetat (pH 5) pada uji iod menunjukkan warna biru yang berarti positif mengandung iod dan hasil pada uji benedict menunjukkan warna biru dan tidak menunjukkan terdapat gula pereduksi. Hasil uji iod pada larutan HCl (pH 1) menunjukkan warna biru dan pada uji benedict menunjukkan warna biru. Hasil uji iod pada akuades (pH 7) menunjukkan warna biru dan pada uji benedict menunjukkan warna hijau. Hasil yang diperoleh pada uji iod dalam larutan natrium karbonat (pH 9) menunjukkan warna kuning dan pada uji benedict menunjukkan warna hijau. Berdasarkan hasil percobaan enzim amilase bekerja optimal pada pH 7.
Hidrolisis pati matang oleh amilase air liur dilakukan dengan menggunakan uji iod dan uji benedict. Uji iod terhadap hidrolisis pati matang oleh amilase air liur mencapai titik akromatik pada menit ke-33. Titik akromatik adalah titik dimana saat larutan uji dengan larutan iod menghasilkan reaksi negatif yang menunjukkan bawa pati sudah hilang atau terhidrolisis menjadi maltosa, titik akromatik dapat dilihat berdasarkan warna larutan yang terbentuk antara iod dengan larutan yang berisi kanji dan air liur yang sudah menjadi berubah menjadi warna larutan iodiumnya. Sisa larutan yang telah mencapai titik akromatik kemudian diuji menggunakan pereaksi benedict. Hasil yang diperoleh tidak menunjukkan adanya endapan merah bata yang menandakan pati tersebut telah terhidrolisis menjadi maltosa, endapan merah bata terbentuk karena maltose termasuk gula pereduksi sehingga pada saat ditambahkan pereaksi benedict dan dipanaskan timbul endapan merah bata sehingga hasil percobaan negatif.
Hidrolisis pati mentah amilase air liur dilakukan seperti pada hidrolisis pati matang, hanya saja pati yang digunakan masih dalam bentuk tepung yang belum dilarutkan. Titik akromatik pada hidrolisis pati mentah belum dicapai pada menit ke-20, dicapai pada menit ke-45. Pada saat titik akromatik telah tercapai ditandai dengan terbentuknya warna yang sama dengan iodin yang digunakan sebagai kontrol negatif. Hasil pada uji benedict menunjukkan warna biru. Jika dibandingkan dengan hidrolisis pati matang, pati mentah lebih lama terhidrolisis. Hal tersebut dilihat dari waktu yang diperlukan untuk mencapai titik akromatik.
Papain merupakan salah satu enzim proteolitik yang paling banyak digunakan dalam industri. Enzim ini biasanya disintesis dari buah papaya. Buah pepaya yang berumur 2,5~3 bulan disadap dan getahnya ditampung. Pada 1 (satu) buah pepaya dapat dilakukan 5 kali sadapan. Tiap sadapan menghasilkan + 20 gram getah. Getah dapat diambil setiap 4 hari dengan cara menggoreskan buah tersebut dengan pisau (Gilvery dan Goldstein 1996).
Temperatur optimum merupakan kondisi dimana enzim tersebut bekerja secara maksimal. Berdasarkan literatur  Temperatur Optimum untuk aktivitas enzim papain yaitu berada pada kisaran suhu 65 °C- 80oC. Suhu di atas 90oC akan cepat menonaktifkan enzim. Suhu optimm yang siperoleh pada percobaan sama dengan temperature berdasarkan literature yaitu pada suhu 65oC. Penentuan  suhu optimum aktivitas dari enzim papain ini yaitu untuk mengoptimasi dari kerja enzim tersebut. Optimasi merupakan usaha yang dilakukan untuk memperoleh hasil akhir yang lebih baik. Problem optimasi merupakan suatu masalah komputasional dengan tujuan untuk mendapatkan atau menemukan solusi terbaik dari semua solusi yang mungkin. Pada percobaan suhu optimal untuk enzim papain diketahui dengan melihat pelepasan zat warna fibrin yang paling banyak.
Uji aktivitas dari enzim papain pada tabung yang berisi air; larutan berubah jadi warna merah muda. Hal ini merupakan biasan warna dari fibrin karena warnanya merah terang. Sedangkan pada tabung yang berisi papain terjadi hidrolisis fibrin (substrat) mengadi polipeptida dan asam-asam amino. Hidrolisi fibrin menyebabkan warna merah pada fibrin memudar atau lepas, sehingga warna larutan menjadi merah muda.

Gambar 1 reaksi hidrolisis polipeptida oleh enzim papain

Berdasarkan literature pH Optimal untuk aktivitas enzim papain yaitu berada pada kisaran 6.0-7.0. sedangkan berdasarkan percobaan diperoleh pH optimal fibrin pada kondisi pH 11 yaitu dalam larutan natruim karbonat 1%. Dan 0.1%

Aplikasi enzim papain dalam kehidupan cukup Iuas, mulai dari bahan pelunak daging hingga berbagai industri pangan, minuman, farmasi, detergent, kulit, wool, kosmetika, dan industri biologi lainnya. Penggunaannya sebagai bahan aditif dalm berbagai industri pangan dan minuman tetap tinggi karena aktivitas enzimatiknya yang relatif tinggi dan statusnya sebagai produk alam yang ramah atau aman untuk dikonsumsi. Badan pengawas pangan dan obat-obatan. Amerika Serikat (Food and Drug Administration/FDA) mengklasifikasikan status papain ke dalam kelompok GRAS (generally regarded as safe). Badan sejenis di Inggris menggolongkan papain ke dalam Group A. Ini berarti bahwa papain dapat digunakan sebagai bahan aditif dalam pangan dan dalam pembuatan makanan (Salisbury 1995).
Penggunaannya juga cenderung meningkat sejalan dengan perubahan teknologi produksi yang digunakan pada proses produksi berbagai produk biologi. Dewasa ini proses-proses enzimatik telah umum digunakan pada proses produksi berbagai produk biologi menggantikan proses-proses kimiawi yang selama ini dinilai bagus dan relatif menguntungkan karena kondisi prosesnya bertemperatur relatif rendah dan relatif spesifik, Kondisi proses demikian memungkinkan penghematan biaya produksi dan pengendalian fungsional dasar produk akhirnya (Salisbury 1995).
Papain bisa memecah protein menjadi arginin. Senyawa arginin merupakan salah satu asam amino esensial yang dalam kondisi normal tidak bisa diproduksi tubuh dan biasa diperoleh melalui makanan seperti telur dan ragi. Namun bila enzim papain terlibat dalam proses pencerbaan protein, secara alami sebagian protein dapat diubah menjadi arginin. Proses pembentukan arginin dengan papain ini turut mempengaruhi produksi hormon pertumbuhan manusia yang populer dengan sebutan human growth hormone (HSG), sebab arginin merupakan salah satu sarat wajib dalam pembentukan HGH. Nah, HGH inilah yang membantu meningkatkan kesehatan otot dan mengurangi penumpukan lemak di tubuh. Informasi penting lain, uji laboratorium menunjukkan arginin berfungsi menghambat pertumbuhan sel-sel kanker payudara (Salisbury 1995).
Papain juga dapat memecah makanan yang mengandung protein hingga terbentuk berbagai senyawa asam amino yang bersifatautointoxicating atau otomatis menghilangkan terbentuknya substansi yang tidak diinginkan akibat pencernaan yang tidak sempurna. Tekanan darah tinggi, susah buang air besar, radang sendi, epilepsi dan kencing manis merupakan penyakit-penyakit yang muncul karena proses pencernaan makanan yang tidak sempurna. Papain tidak selalu dapat mencegahnya, namun setidaknya dapat meminimalkan efek negatif yang muncul. Yang jelas papain dapat membantu mewujudkan proses pencenaan makanan yang lebih baik (Salisbury 1995).


Simpulan
            Berdasarkan hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa saliva memiliki bobot jenis sebesar 0.9196 g/ml, bersifat basa, berpH 8, uji biuret menunjukkan hasil negative, uji millon menunjukkan hasil negative, uji molisch menunjukkan hasil negative, uji klorida menunjukkan hasil positif, uji sulfat menunjukkan hasil positif, uji fosfat menunjukkan hasil negative, uji musin menunjukkan hasil positif, suhu optimum enzim amylase pada saliva ialah 37, pH enzim amylase sebesar 6 sampai 8, titik akhromatik pada hidrolisis pati mentah dicapai pada menit ke-33, dan titik akhromatik pada hidrolisis pati mentah dari enzim amylase dicapai pada menit ke-45. Sedangkan suhu optimum aktivitas dari enzim papain yaitu berada pada suhu 65oC, pH optimumnya yaitu pada pH 11, aktvitas papain tersebut dilihat dari kemampuannya untuk menghidrolisis fibrin (sebagai substrat) dengan cara pelepasan warna fibrin tersebut, sehingga warna larutan menjadi merah muda.

Daftar Pustaka
Anna. 2006. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta: UI Press
Gilvery dan Goldstein. 1996. Biokimia Suatu Pendekatan Fungsional. Edisi 3. Surabaya : Airlangga University Press
Matjesh, Sabirin. 1996. Kimia Organik II. Jakarta : Depdikbud
Salisbury F.B. dan Ross C.W. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 2. Bandung: ITB Press
Subagyo. 2008. Enzim Papain dari Pepaya. [terhubung berkala]. repository.ipb.ac.id/Pusbangtepa_Enzim%20papain%20dari%20pepaya.pdf [27 November 2011. 16:55]
Timotius, K.H. 1982. Mikrobiologi Dasar. Salatiga : Universitas Kristen Satya Wacana







1 komentar: